Kota Probolinggo adalah sebuah sebuah kota yang ada di Provinsi Jawa Timur. Kota ini berjarak ±101 km dari ibu kota Provinsi Jawa Timur, Surabaya. Kota Probolinggo secara administratif terbagi menjadi 5 kecamatan. Kecamatan terluas adalah Kecamatan Kedopok dengan 6 kelurahan, lalu diikuti oleh Kecamatan Kademangan dengan 6 kelurahan, Kecamatan Wonoasih dengan juga 6 kelurahan, Kecamatan Kanigaran dengan 6 kelurahan, dan wilayah terkecil adalah Kecamatan Mayangan dengan 5 kelurahan. Secara total, ada 29 kelurahan yang ada di Kota Probolinggo.
.
Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik Kota Probolinggo, jumlah penduduk Kota Probolinggo pada tahun 2023 adalah 246.980 jiwa yang terdiri dari 122.574 laki-laki dan 124.406 perempuan. Kepadatan penduduk di Kota Probolinggo tahun 2023 mencapai 4.517 jiwa/km². Artinya, setiap kilometer persegi wilayah di Kota Probolinggo ditinggali 4.517 penduduk.
Sejak medio 2022, Program SOLIDER—INKLUSI diimplementasikan Yayasan PPDiS di Kota Probolinggo dan bekerja sama dengan SIGAB Indonesia. Program ini dilaksanakan pada 6 kelurahan, yakni Kelurahan Kademangan, Kelurahan Ketapang, dan Kelurahan Pilang yang ketiganya berada di wilayah administratif Kecamatan Kademangan. Tiga kelurahan lainnya adalah Kelurahan Kanigaran, Kelurahan Kebonsari Kulon, dan Kelurahan Curahgrinting yang berada di wilayah Kecamatan Kanigaran. Sejak itu, ada 6 Kelompok Difabel Kelurahan (KDK) yang dibentuk melalui Program SOLIDER—INKLUSI.
Sebanyak 23 kelurahan lain di Kota Probolinggo tidak memiliki wadah atau organisasi penyandang disabilitas apapun di tingkatan kelurahan. Hanya ada beberapa Organisasi Penyandang Disabilitas (OPDis) di level kota yang itu pun belum sepenuhnya menjangkau seluruh kelurahan yang ada di Kota Probolinggo. Hal ini terkonfirmasi dari wawancara dengan Andy Purwanto, Ketua Forum Sahabat Disabilitas Kota Probolinggo. Andy Purwanto yang juga merupakan pengurus Pertuni Kota Probolinggo menjelaskan bahwa data penyandang disabilitas yang dimiliki oleh OPDis tidak dapat menjangkau semua kelurahan.
“Di wilayah-wilayah (kecamatan, Red.) kayak di pinggir-pinggir itu seperti Wonoasih dan Kedopok, data difabel masih dikit, masih minim. Ketika saya tanya juga ke OPDis yang lain ternyata sama,” jelas Andy ketika ditanya apakah OPDis di tingkat kota memiliki data anggota di seluruh kelurahan di Kota Probolinggo. Dia pun menambahkan bahwa kondisi difabel di kelurahan masih terkotak-kotak dan menyebar sendiri-sendiri. Bahkan, antardifabel saja banyak yang masih belum kenal.
Dengan ketiadaan kelompok difabel pada kelurahan-kelurahan di luar dampingan Program SOLIDER–INKLUSI, data-data terkait penyandang disabilitas di pemerintah kelurahan pun belum tertata dengan baik. Hal ini kemudian berdampak pada tingkat partisipasi penyandang disabilitas yang sangat rendah dalam forum-forum perencanaan pembangunan di level kelurahan. Permasalahan, usulan atau masukan, dan suara-suara penyandang disabilitas belum terkelola dengan baik. Sehingga, permasalahan, keinginan, dan kebutuhan penyandang disabilitas dengan semua ragam disabilitasnya belum dapat terakomodasi secara optimal oleh pemerintah kelurahan.
Yanuar Puji Sulistyo, Perencana Ahli Muda pada Bidang Pemerintahan, Pembangunan Manusia, dan Kesejahteraan Rakyat di Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (Bapperida) Kota Probolinggo, menyampaikan hal yang senada. Menurutnya, ketiadaan wadah organisasi difabel di tingkat kelurahan akan melahirkan sejumlah persoalan, umpamanya komunikasi.
“Mereka cenderung mungkin bisa jadi tidak saling mengenal antardifabel sekelurahan. Otomatis, tidak terjalin kerjasama. Tidak tahu apa kebutuhan mereka dan tidak bisa meneruskan ketika mereka punya aspirasi mau diteruskan ke mana,” papar Yanuar.
Wawancara dengan Yanuar Puji Sulistyo terkait praktik baik pembentukan kelompok difabel kelurahan di Kota Probolinggo/Achmad Maulana
Keterlibatan penyandang disabilitas hanya sebatas dalam penerimaan bantuan-bantuan sosial semata. Ini pun hanya terbatas bagi penyandang disabilitas yang masuk ke dalam DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial). Kondisi tersebut diamini juga oleh Andy Purwanto. Andy Purwanto kemudian menceritakan bahwa keterlibatan langsung penyandang disabilitas dalam Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) masih sangat rendah. Namun, data penyandang disabilitas sekadar untuk penerimaan bantuan telah ada di pemerintah kelurahan.
“Saya kalau keterlibatan langsung (di Musrenbang, Red.) emang nggak pernah. Tapi, ketika masalah data, sebelum terbentuk KDK, saya sudah didata ke DTKS. Sehingga, ketika Covid, saya menerima bantuan waktu itu,” jelas Andy.
Perubahan baik muncul pada tahun 2025 ini. Pemerintah Kota Probolinggo melalui Bapperida Kota Probolinggo berinisiatif untuk membentuk kelompok difabel kelurahan. Pembentukan ini menyasar 23 kelurahan se-Kota Probolinggo. Inisiatif tersebut berkat dorongan-dorongan dari sejumlah pihak, yakni Yayasan PPDiS, Forum Sahabat Disabilitas Kota Probolinggo, pemerintah kecamatan dan kelurahan, TKSK (Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan), PSM (Pekerja Sosial Masyarakat), tokoh-tokoh difabel di kelurahan, dan OPDis. Hal tersebut mengingat adanya praktik-praktik baik dari 6 KDK dampingan Program SOLIDER—INKLUSI.
Di samping itu, Yayasan PPDiS dan Forum Sahabat Disabilitas Kota Probolinggo telah melakukan pendekatan kepada Wali Kota Probolinggo terpilih, bahkan sebelum beliau resmi dilantik. Silaturahmi dengan Wali Kota Probolinggo terpilih dilakukan dengan memperkenalkan Yayasan PPDiS dan Forum Sahabat Disabilitas Kota Probolinggo, kegiatan-kegiatan, capaian-capaian selama ini, dan rencana-rencana ke depan guna mewujudkan kota yang ramah kepada difabel. Di momen ini, komitmen wali kota muncul untuk mendukung kerja-kerja advokasi melalui Program SOLIDER—INKLUSI. Apalagi, kunjungan Minister Counsellor untuk Tata Kelola dan Pembangunan Manusia dari Kedutaan Besar Australia, Tim Stapleton, pada pertengahan Februari 2025 makin meyakinkan Bapperida Kota Probolinggo untuk mengambil serangkaian langkah konkret untuk mulai mereplikasikan praktik-praktik baik di 6 kelurahan dampingan dengan membentuk wadah organisasi difabel di seluruh kelurahan di Kota Probolinggo.
Informasi ini dikonfirmasi melalui Andy Purwanto. Ketua Forum Sahabat Disabilitas Kota Probolinggo ini menuturkan, “Setelah kedatangan DFAT di Kecamatan Kanigaran, esoknya itu sempat disinggung oleh Bappeda terkait rencana pembentukan KDK itu.”
Langkah selanjutnya yang dilakukan Bapperida Kota Probolinggo adalah menggelar sosialisasi pembentukan Kelompok Difabel Kelurahan (KDK) dengan mengundang Pemerintah Kota, Forum Sahabat Disabilitas, TKSK, camat, lurah, ketua PKK kelurahan, dan perwakilan difabel se-Kota Probolinggo. Sosialisasi ini sendiri berhasil menghadirkan 130 peserta. Kemudian, guna memperkuat sosialisasi itu, tindak lanjut yang dilakukan oleh Bapperida Kota Probolinggo adalah mengeluarkan surat terkait permintaan data realisasi Pembentukan KDK kepada seluruh camat dan lurah di Kota Probolinggo. Hal ini dilakukan agar mendorong akselerasi pemerintah kecamatan dan kelurahan di dalam pembentukan kelompok difabel. Di luar sisi birokrasi, pembentukan KDK juga dikawal oleh Yayasan PPDiS, Forum Sahabat Disabilitas, dan Pilar-pilar Sosial Kota Probolinggo seperti TKSK, PSM, dan PKK tingkat kelurahan. Sebagai catatan, Pilar-pilar Sosial Kota Probolinggo (TKSK dan PSM) telah mendapatkan Pelatihan Perspektif GEDSi melalui dukungan Program SOLIDER di awal tahun 2025 ini. Pascapelatihan, TKSK dan PSM mulai memiliki perspektif utuh akan isu-isu difabel dan kemudian dapat mengidentifikasi lalu ikut merangkul tokoh-tokoh difabel untuk bergabung dan aktif ke dalam kelompok difabel di tiap-tiap kelurahan.
Pendampingan pembentukan kelompok difabel kelurahan dilakukan pula melalui Forum Sahabat Disabilitas Kota Probolinggo. Forum ini adalah titik konvergen OPDis yang ada di Kota Probolinggo dan menjadi titik temu organisasi difabel seperti Pertuni, Gerkatin, Perdisapro, HWDI, DMI, Y-AMI, dan PPDI. Forum Sahabat Disabilitas Kota Probolinggo membentuk jejaring komunikasi untuk menghubungkan KDK-KDK baru dengan OPDis, pemerintah kota, pemerintah kecamatan, hingga pemerintah kelurahan. Melalui jejaring komunikasi inilah diharapkan nantinya akan ada peningkatan partisipasi penyandang disabilitas di dalam forum-forum perencanaan pembangunan yang rutin dilaksanakan di tiap awal tahun.
Di hari ini, semua kelurahan di Kota Probolinggo telah memiliki wadah penyandang disabilitas dalam bentuk Kelompok Difabel Kelurahan (KDK). Tercatat, ada 29 KDK dengan rincian 6 KDK yang terbentuk di tahun 2022 melalui dukungan Program SOLIDER—INKLUSI dan 23 KDK yang baru dibentuk di tahun 2025 sebagai salah satu upaya replikasi kelurahan inklusi oleh Pemerintah Kota Probolinggo. Sama seperti 6 KDK terdahulu, 23 KDK yang baru telah memiliki struktur kepengurusan dan mendapat legalitas dari pemerintah kelurahan masing-masing melalui Keputusan Lurah. Selanjutnya, 23 KDK baru ini memiliki “pendamping KDK” yang berasal dari unsur masyarakat kelurahan seperti RT, RW, tokoh agama, tokoh masyarakat, PSM, LPM, hingga unsur dari pemerintah kelurahan. Harapannya, unsur masyarakat dan pemerintah kelurahan ini akan dapat mendampingi dan mewujudkan inklusivitas di kelurahan-kelurahan di luar dampingan Program SOLIDER—INKLUSI.
Pascapembentkan KDK baru ini, Pemerintah Kota Probolinggo tengah menyiapkan langkah-langkah selanjutnya melalui Bapperida. Yanuar menjelaskan bahwa pihaknya akan mendorong KDK sebagai wadah komunikasi dan rembuk antardifabel untuk mulai mengidentifikasi masalah sekaligus memformulasikan usulan-usulannya, khususnya untuk peningkatan partisipasi penyandang disabilitas di dalam forum-forum perencanaan pembangunan.
“Ketika pelaksanaan Musrembang di setiap awal tahun itu, masukan-masukan atau usulan-usulan dari KDK bisa kami akomodir dalam bentuk kamus usulan yang akan kita laksanakan di bulan November ini,” tegas Yanuar.
Sejak dua tahun lalu, Bapperida telah mengeluarkan pedoman pelaksanaan Musrenbang level kelurahan. Di dalamnya ada ketentuan untuk melibatkan penyandang disabilitas di forum perencanaan pembangunan itu. Selama ini, hanya 6 kelurahan dampingan Program SOLIDER—INKLUSI yang telah melibatkan penyandang disabilitas dalam Musrenbang. “Tahun depan insyallah semua kelurahan akan ada keterlibatan difabal. Harapannya, mereka akan membawa usulan berbentuk usulan kelompok,” jelas Yanuar.
Langkah lain yang akan dilakukan adalah menghubungkan KDK dengan penyedia layanan di dinas-dinas. “Hari ini kami (Bapperida, Red.) telah berkomunikasi dengan DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu) agar apa yang menjadi kegiatan mereka itu bisa memprioritaskan teman-teman penyandang disabilitas,” terang Yanuar sambil melanjutkan “Misalnya, memberikan layanan kepada penyandang disabilitas yang punya kegiatan usaha untuk pengurusan terkait dengan perizinannya.” Layanan yang dimaksud adalah layanan keliling, sehingga penyandang disabilitas tidak harus datang dan mengantre untuk dilayani di kantor. Cukup melalui kelompok difabel di kelurahan.
Masih menurut Yanuar, dengan terbentuknya KDK baru ini, pihaknya akan melakukan inventarisasi pelatihan-pelatihan yang dimiliki oleh Dinas maupun CSR (Corporate Social Responsibility). Dengan adanya KDK, Yanuar berharap akan lebih mudah untuk menghubungkan penyandang disabilitas dengan pelatihan-pelatihan yang ada dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Selain untuk mengikis stigma pada difabel, pemberdayaan difabel melalui pelatihan-pelatihan akan mendorong kemandirian difabel itu sendiri. “Dalam waktu dekat ini kami berusaha juga untuk mendapatkan kegiatan dari CSR berupa pelatihan-pelatihan bagi disabilitas yang ada di Kota Probolinggo,” kata Yanuar.
Pembentukan wadah organisasi difabel di level kelurahan berupa Kelompok Difabel Kelurahan atau KDK di semua kelurahan se-Kota Probolinggo adalah perubahan signifikan di tahun 2025 ini. Kegiatan-kegiatan Program SOLIDER—INKLUSI seperti Pelatihan Perspektif GEDSI yang digalakkan sejak dua tahun lalu dengan menyasar berbagai elemen masyarakat di level kelurahan hingga kecamatan, pendampingan dan advokasi Yayasan PPDiS di tataran pemerintah kota, khususnya melalui Bapperida, pendekatan strategis kepada pucuk pimpinan eksekutif pemerintahan kota, hingga penguatan Forum Sahabat Disabilitas Kota Probolinggo sebagai titik temu OPDis se-Kota Probolinggo, dan hal-hal lainnya menjadikan semua kelurahan di Kota Probolinggo sekarang akhirnya memiliki wadah organisasi difabel di level kelurahan. KDK-KDK baru ini pun tidak asal jadi. Mereka, sekali lagi, dibekali legalitas dari lurahnya masing-masing, struktur kepengurusan, hingga pendamping yang berasal dari unsur warga kelurahan, yaitu pemerintah kelurahan, RT, RW, tokoh agama, tokoh masyarakat, PSM, hingga LPM. Perubahan besar ini adalah akumulasi dari perubahan-perubahan berkelanjutan yang terjadi di tingkatan individu-individu difabel, komunitas, pemerintah serta elemen lain seperti Pilar Sosial Kota Probolinggo (TKSK dan PSM) hingga OPDis.
Tidak ada komentar: