Terima Kasih Telah Menjadi Bagian Temu Inklusi #5

Terima Kasih Telah Menjadi Bagian Temu Inklusi #5

Bidang Landai: Langkah Nyata Desa Klampokan Menuju Desa Inklusi Difabel

Desa Klampokan adalah salah satu desa di wilayah Kecamatan Panji yang menjadi desa dampingan Program SOLIDER. Program ini dilaksanakan oleh Yayasan Pelopor Peduli Disabilitas Situbondo (PPDiS) yang bekerja sama dengan SIGAB Indonesia dan didukung oleh INKLUSI (Kemitraan Australia—Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif). Desa Klampokan berjarak ±12 km dari ibukota Kabupaten Situbondo dan sekaligus menjadi desa terjauh dari ibukota kecamatan di Kecamatan Panji. Topografi Desa Klampokan adalah pegunungan dan berbatasan langsung dengan Desa Cerme Kabupaten Bondowoso. Merujuk laporan BPS Kabupaten Situbondo dalam “Kecamatan Panji dalam Angka 2024”, jumlah penduduk Desa Klampokan pada tahun 2023 adalah sebanyak 3.390 jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak 1.663 jiwa (49%) dan perempuan sejumlah 1.727 jiwa (51%).


Sebelum Program SOLIDER diimplementasikan di Desa Klampokan, warga desa difabel sering dikungkung oleh stigma. Menurut Saiful Abror, Carik Desa Klampokan, difabel di desanya amat jarang pergi ke kantor desa. Bahkan, mereka enggan hanya untuk keluar rumah. Hal ini berakibat hal-hal lain, salah satunya adalah warga desa difabel luput dalam pendataan yang dilaksanakan oleh pemerintah.


Di tahun 2022, Program SOLIDER di Desa Klampokan mengadakan pendataan difabel. Pendataan tersebut dilaksanakan dengan menggunakan instrumen The Washington Group Questions (WGQ). Instrumen WGQ dipilih karena instrumen ini mempunyai beberapa kelebihan. Dalam artikel yang ditulis oleh Robinson, dkk., (2021) berjudul "Use of the Washington Group Questions in Non-Government Programming", instrumen WGQ dikenal dapat mendorong responden untuk melaporkan sendiri tingkat hambatan yang dialaminya saat beraktivitas sehari-hari misalnya berjalan atau merawat dirinya sendiri. Selain itu, pertanyaan dan respons di dalam instrumen WGQ telah terformat dan terstandar, menggunakan istilah-istilah non-teknis, serta didasarkan pada aktivitas-aktivitas yang netral secara budaya. Sehingga, instrumen WGQ tersebut memungkinkan penggunaan dalam berbagai konteks dan oleh enumerator yang tidak memiliki atau sedikit pengetahuan tentang disabilitas. Hasil pendataan Program SOLIDER menunjukkan bahwa ada 101 difabel tinggal di Desa Klampokan. 57% merupakan difabel laki-laki dan 43% adalah difabel perempuan.


Kantor Desa Klampokan laiknya kantor-kantor desa lainnya adalah tempat pelayanan bagi warga desa. Layanan-layanan yang dapat diakses oleh seluruh warga Desa Klampokan, tak terkecuali difabel, seperti pembuatan surat pengantar untuk pengurusan dokumen kependudukan, pendataan dan verifikasi penerima bantuan sosial, serta layanan persuratan dan perizinan lainnya. Penyaluran bantuan-bantuan sosial, entah yang berasal dari Pemerintah Desa, Pemerintah Kabupaten hingga Pemerintah Pusat kerap kali disalurkan di Kantor Desa Klampokan, khususnya pendopo desa. Sayangnya, undakan-undakan di pendopo cukup tinggi, sehingga menyulitkan difabel, lansia, anak-anak, dan ibu hamil untuk berkegiatan di sana. Hal ini diperparah dengan ketiadaan bidang landai (ramp). Padahal, di tempat inilah biasanya diadakan kegiatan-kegiatan pemerintah desa mulai dari pertemuan, pelaksanaan Posyandu, musyawarah, sampai penyaluran bantuan-bantuan sosial.


Bidang landai di depan pendopo Desa Klampokan/Kusnoto


Dengan meningkatnya frekuensi kegiatan Kelompok Difabel Desa (KDD) Klampokan di pendopo desa, Pemerintah Desa menilai pembangunan bidang landai di sana merupakan sesuatu yang urgen. Apalagi, Desa Klampokan telah memiliki Peraturan Desa (Perdes) terkait penghormatan, pemenuhan, dan pelindungan hak-hak difabel di desanya yang berhasil disusun dan disahkan pada 2023 lalu melalui fasilitasi Program SOLIDER. Saiful Abror menyampaikan, “Setelah ada Perdes, kebutuhan KDD bukan sekadar dilibatkan, tapi diperhitungkan. Karena kami sadar, mereka adalah bagian dari kita.” Salah satu hal yang diatur di dalam Perdes tersebut adalah terkait aksesibilitas guna mewujudkan kesamaan hak di dalam menggunakan fasilitas publik. Pemerintah Desa Klampokan pun membangun bidang landai yang dimulai Oktober 2024 dan rampung pada Januari 2025.


Pembangunan bidang landai bersumber dari APB Desa. Dalam perencanaan, pembangunan, hingga pemantauan pembangunan bidang landai tersebut, Pemerintah Desa Klampokan melibatkan Yayasan PPDiS, KDD Klampokan dan Fasilitator Desa. Pelibatan ini dalam bentuk diskusi memberikan masukan spesifikasi bidang landai sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 4 Tahun 2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung. Yayasan PPDiS dan KDD Klampokan juga menyampaikan bahwa bidang landai haruslah lebar, sehingga bisa digunakan oleh pengguna kursi roda dan dilengkapi dengan pegangan tangan yang akan sangat membantu sekaligus memberikan keamanan bagi difabel pengguna kruk, lansia, sampai ibu hamil. Fasilitator Desa membantu menjembatani komunikasi antara Yayasan PPDiS, KDD Klampokan, dan Pemerintah Desa agar proses berjalan inklusif dan partisipatif.  


Di luar ekspektasi, bidang landai tersebut tidak hanya digunakan oleh difabel di Desa Klampokan saja. Siapa pun yang akan naik ke pendopo pasti akan memilih lewat di bidang landai. Anggota KDD Klampokan, lansia, anak-anak, bahkan para Perangkat Desa Klampokan lebih suka menggunakan bidang landai alih-alih undakan-undakan di sana. Menurut Carik Klampokan, bidang landai ini memberikan wajah baru bagi pendopo desa, khususnya ketika pelaksanaan Posyandu ILP (Integrasi Layanan Primer). Tidak hanya difabel yang datang saat pelaksanaan Posyandu ILP, balita, remaja, hingga lansia dan ibu hamil menghadiri Posyandu yang dilaksanakan di pendopo desa dengan melewati bidang landai yang telah dibangun itu. Pemerintah Desa Klampokan menilai bahwa manfaat bidang landai tidak hanya dirasakan anggota KDD saja, namun oleh semua warga Desa Klampokan. 

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.